Kamis, 25 Desember 2008

Distorsi Pasar dalam Ekonomi Islam

Ketika membahas mekanisme pasar Islami, penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan demand dan supply. Bertemunya antara supply dan demand ini harus terjadi secara rela dan rela, tak boleh ada pihak yang merasa didzolimi dan ditipu atau ada keliru objek akan transaksinya dalam melakukan transaksi barang tertentu dengan tingkat harga tertentu. Islam menjamin adanya informasi yang jelas dan lancer dalam kerangka keadilan.
Mari kita lihat kondisi struktur pasar yang ideal sejenak. Dalam pasar persaingan sempurna Islami akan kita temukan kondisi-kondisi seperti dibawah ini :
1) Pasar terdiri atas sejumlah produsen dan konsumen
2) Kebebasan masuk dan keluar pasar
3) Kebebasan memilih teknologi dan metode produksi
4) Kebebasan dan ketersediaan informasi, yang semuanya di jamin oleh pemerintah
5) Dituntut adanya teknologi yang efisien
6) Pembagian kerja dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya yang maksimum
7) Setiap faktor produksi akan mendapatkan kompensasi menurut produktivitas marginalnya; dan
8) Harga akan ditetapkan pada tingkat serendah mungkin sebagai akibat dari bekerjanya kekuatan pasar
9) Tidak ada perilaku/transaksi yang diharamkan (ek.Islam)
Hal diatas mungkin merupakan situasi ideal. Namun pada faktanya, kondisi tersebut acapkali gagal alias jarang sekali tercapai, karena seringkali terjadi interupsi pada mekanisme pasar. Pada garis besar ekonomi Islam mengidentifikasikan distorsi pasar dalam 3 hal yaitu :
1) Rekayasa permintaan dan penawaran
2) Tadlis
3) Taghrir
Dalam Fiqh Muamalah, rekayasa penawaran lebih dikenal dengan ihtikar. Sedang rekayasa permintaan dikenal dengan bai’ najasy. Tadlis dan Taghrir mengambil empat bentuk yaitu menyangkut kuantitas,kualitas,harga dan waktu penyerahan barang.
Mengapa Bai’ Transaksi diharamkan ? Karena penjual menyuruh orang lain memuji barangnya atau menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik pula membeli. Sang penipu penawar didalam hatinya memang betul-betul tidak berkeinginan benar-benar membeli. Sebelumnya orang ini mengadakan kesepakatan dengan penjual dengan penjual untuk membeli dengan harga tinggi agar ada pembeli riil yang sesungguhnya dengan harga yang lebih tinggi dengan maksud untuk ditipu.
Contoh Bai’ najasy. Pada wktu Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1997, misalnya, terjadi isu kelangkaan pangan. Karena takut kehabisan persediaan beras, terutama dikota-kota besar masyarakat ramai-ramai memborong beras. Sehingga permintaan terhadap beras meningkat, sehingga harga beras naik. Tak lama kemudian beras di gudang Bulog meningkat.
Kemudian mengenai Ihtikar. Dalam Hadist Rasulullah SAW riwayat Said bin al_musayyab dari Ma’mar bin Abdullah Al-Adawi bahwa Rasul bersabda ” Tidaklah orang yang melakukan ihtikar itu kecuali dia berdosa”. Ihtikar acapkali diterjemahkan sebagai monopoli atau penimbunan. Tetapi ihtikar bukan semacam itu. Melainkan mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara menjual barang lebih sedikit untuk harga yang lebih tinggi. Jadi didalam Islam, siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual atau ada penjual yang lain. Menyimpan stock barang untuk keperluan persediaanpun tidak dilarang dalam Islam. Jadi monopoli sah-sah saja. Dilarang dalam monopoli rent-seeking.
Kemudian masih dalam pembahasan penawaran, tindakan yang dilakukan oleh pedagang kota yang memiliki informasi lengkap membeli barang petani yang memiliki informasi tidak benar dalam harga pasar untuk mendapatkan harga yang lebih murah dari harga di pasar tidak diperbolehkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam hadistnya. Dari Anas ra, ia berkata:”Rasulullah melarang orang-orang kota menjualkan barang orang desa yang baru saja datang sebelum sampai pasar, walaupun orang itu adalah saudara sendiri” (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim)
Transaksi ini dikenal dengan tallaqi rukban. Diharamkan karena mengandung unsur rekayasa penawaran dengan cara mencegah masuknya barang ke pasar (entry barrier) dan kedua, mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui harga pasar. Inti dari pelarangan ini adalah tidak adilnya tindakan yang dilakukan oleh pedagang kota yang tidak menginformasikan harga yang sesungguhnya.
Dalam hal tadlis. Apakah itu tadlis? Tadlis adalah apabila salah satu pihak tidak punya informasi seperti yang dimiliki oleh pihak lain, maka salah satu pihak akan merasa dirugikan. Unsur ‘an Tarradin Minkum’ dilanggar. Al-Qur’an dengan tegas melarang semua transaksi bisnis mengandung unsur penipuan. Didalam potongan surat An-An’aam 152 ”Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. “
Dalam tadlis ada bermacam-macam unsure dalam tadlis. Yaitu tadlis kuantitas,kualitas,harga, dan waktu penyerahan.
Contoh kasus dalam tadlis kuantitas misal menjual baju sebanyak satu kontainer. Karena jumlah banyak dan tidak mungkin untuk menghitung saru per satu, penjual melakukan penipuan dengan mengurangi jumlah barang yang dikirim kepada pembeli.
Kasus tadlis kualitas. Semisal komputer pentium 4 kondisi masih 85 % dijual Rp 3.000.000,00. Penjual lain pada kenyataannya tidak semua menjual komputer bekas dengan kualifikasi yang sama. Dengan kualitas yang lebih rendah, dijual dengan harga yang sama. Pembeli tidak dapat membedakan antara kualifikasi komputer yang rendah dan mana yang tinggi. Hanya penjual yang tahu.
Dalam tadlis harga adalah menjual harga lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasar karena ketidaktahuan pembeli atau penjual dalam informasi harga pasar. Terakhir tadlis waktu penyerahan. Tadlis ini adalah penjual tahu persis ia takkan dapat menyerahkan barang pada esok hari, namun menjanjikan akan diantarkan barang itu besok.
Dalam hal taghrir. Taghrir adalah melakukan sesuatu secara membabi-buta tanpa pengetahuan yang mencukupi. Atau mengambil risiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung risiko tanpa mengetahui dengan persis apa akibatnya, atau memasuki kancah risiko tanpa memikirkan konsekuensinya.
Menurut Syaikh Ibnu Taimiyah, gharar terjadi bila seseorang tidak tahu apa yang tersimpan bagi dirinya pada akhir suatu kegiatan jual-beli. Dalam taghrir terjadi bila ada unsur ketidakpastian yang melibatkan kedua belah pihak. Taghri sendiri juga ada 4 unsur yaitu kuantitas,kualitas,harga dan penyerahan waktu.
Dalam hal kuantitas, adalah sistem ijon. Misal saya sepakat menjual hasil panen beras kepada Tedjo si tengkulak dengan harga Rp 850.000,00. Padahal ketika akad itu dilakukan, sawah saya belum dapat dipanen. Dengan demikian, kesepakatan jual-beli dilakukan tanpa menyebutkan spesifikasi mengenai berapa kuantitas barang yang akan dijual padahal harga telah disepakti. Maka terjadi uncertainty menyangkut barang yang ditransaksikan.
Dalam hal kualitas, semisal Yason mempunyai kambing. Dia menjual anak kambing tersebut ketika masih dalam kandungan seharga Rp 1.000.000,00. Baik si Yason maupun yang membelinya tidak tahu bagaimana kondisi anak kambingnya. Apakah baik, cacat bahkan bisa-bisa mati. Dengan demikian tidak dapat diketahui kualitas anak kambing tersebut.
Taghrir dalam harga. Contoh kasus, penjual menjual satu unit teflon dengan harga Rp. 100.000,00 bila dibayar tunai. Bila kredit selama 5 bulan dibayar Rp 140.000,00. Masalahnya pembeli bilang setuju. Ketidakpastian muncul. Dengan harga berapa dia menjual.
Terakhir, misal Dika kehilangan mobil mercedes benz-nya. Kebetulan Sinta sudah lama ingin memiliki mobil mercedes benz-nya Dika. Akhirnya Sinta dan Dika membuat kesepakatan Dika menjual mobilnya Rp 150.000.000,00. Harga pasarnya katakan Rp. 350.000.000,00. Mobil akan diserahkan jika ditemukan. Nah yang jadi masalah adalah apakah mobil tersebut benar-benar diserahkan. Waktunya jadi tidak jelas kapan. Nah itu disebut Taghrir waktu penyerahan.